Menyusuri Mangrove Gunung Anyar - Amazonnya Surabaya
Panas dan jarak yang jauh tak menyurutkan keinginan ku untuk datang ke Eco Mangrove di Gunung Anyar Surabya kemarin (25/3/2018). Cukup dengan Rp 20.000 per orang atau Rp 100.000 per kelompok yaitu 5-6 orang, sudah bisa berkeliling dengan perahu nelayan menikmati pemandangan hutan bakau tersebut bak menikmati sugai Amazon seperti yang ada di televisi.
Perjalanan dimulai dari dermaga menuju gazebo yang ada di tengah area kawasan eco mangrove. Di tengah perjalanan kita akan menemukan kera yang bergelantungan di pohon juga disuguhkan pemandangan cantik oleh sekawanan burung Kuntul yang sedang mencari makan. Formasi terbang mereka cukup membuat takjub mata yang memandang.
Perjalanan menuju gazebo memakan waktu sekitar 30 menit dengan jarak tempuh sekitar 3-4 meter. Gazebo kecil ini memuat sekitar 20 orang. Kita bisa beristirahat sejenak ditempat ini sembari menikmati pemandangan sekitar. Lagi-lagi sekawanan burung Kuntul menjadi pemandangan indah di sini.
Di wilayah ini kita juga masih bisa melihat kegiatan warga yang sedang menjaring ikan. Kalau jeli, kita akan menemukan perangkap kepiting yang sudah terisi maupun kosong di pinggiran bakau. Yang sangat disayangkan, banyak sampah bertebaran di beberapa area. Hal itu sedikit menodai pemandangan indah kawasan ini. Semoga kedepannya ada tindakan pemerintah kota untuk membenahi masalah tersebut.
Coretan Hari Ana
Selasa, 17 April 2018
Kamis, 16 November 2017
Surabaya Heritage Track, Memori Ketika Menjadi Turis di Kota Sendiri
House Of Sampoerna
Surabaya Heritage Track, Memori Ketika Menjadi Turis di Kota Sendiri
Mau jalan-jalan gratis sambil belajar sejarah kota Surabaya? Cobain yuk naik salah satu bus pariwisata kota Surabaya satu ini! Surabaya Heritage Track.
Setelah sekian lama cuma "Pengen" naik bis ini, akhirnya terwujudlah keinginan itu. Ada libur kerja sehari sebelum Idul Adha 2017 menjadi kesempatan saya untuk naik bis tersebut.
Caranya gampang, tinggal datang langsung ke House of Sampoerna di jalan Taman Sampoerna No. 6 Krembangan Utara, Pabean Cantian, Surabaya. Kemudian kunjungi bagian reservasi untuk kemudian ditulis data diri kita. Berhubung saya datangnya hari efektif, jadi pengunjung yang ingin naik bis ini sepi. Beda halnya kalau weekend, pasti full boked.
Bis ini beroperasi hari Selasa-Minggu dengan rute dan jadwal berbeda tiap weekday dan weekend. Jadwal ini bisa dilihat di https://houseofsampoerna.museum/e_sht_main.htm. Sengaja saya pilih rute siang, yaitu jam 13.00-14.00 ke Klenteng Hok Ang Kiong dan Museum Bank Mandiri.
Ditemani rekan saya Izzah dan Anita (LS), satu jam itu cukup menambah pengetahuan tentang dua tempat yang sudah dikunjungi. Sepanjang perjalanan pun kita akan diberitahu pula tentang beberapa bangunan dan tempat-tempat yang dilewati oleh guide yang berpengalaman.
Satu jam berlalu, sebenarnya ingin kembali naik rute berikutnya. Namun, di awal perjalanan sudah dijelaskan kalau satu orang hanya boleh naik satu rute saja. Kecewa sih pada awalnya, namun keberuntungan berpihak pada saya. Jumlah pengunjung yang sedikit membuat saya dan Mbak Izzah (Mbak Anita kali ini tidak bisa ikut) diperbolehkan mengikuti rute selanjutnya yaitu Kantor Pos Kebon Rojo-Gereja Kepanjen-Museum De Javasche Bank pukul 15.00-16.30. Sayangnya untuk rute ini tidak bisa mengambil gambar karena gadget sedang lowbat.
Rihlah, perjalanan singkat kali ini menunjukkan kuasa Ilahi dari sudut sejarah dan arsitektur jaman dahulu. Apapun bentuknya pastilah ada kelebihan dan kekurangan. Karena kesempurnaan hanya milik Sang Penguasa jagad raya saja. Bersyukur bisa refreshing gratis sambil belajar tanpa harus jauh-jauh ke luar kota. Tidak hanya turis domestik saja yang berminat, ada juga turis dari luar negeri yang ikut menikmati perjalanan dengan bis ini.
Yuk, coba wisata gratis ini! Bisa ajak anak-anak juga loh untuk menambah pengetahuan mereka.
~A Memory~
Menunggu keberangkatan bis
Suasana di dalam bis yang bersih dan nyaman
Klenteng tertua di Surabaya
Di dalam Museum Bank Mandiri
Spot foto di HOS
Spot Foto di HOS
Rabu, 15 November 2017
Aku, Mereka dan Kelas Bahasa
Aku, Mereka danKelas Bahasa
Hai
dunia, aku hanya manusia biasa.
Namun
aku punya kawan-kawan yang luar biasa.
Mereka
bukan ilmuwan, juga bukan pahlawan.
Namun
dari mereka aku belajar ketulusan.
Aku
juga belajar setia kawan.
Bersama
mereka aku belajar sabar.
Menahan
sakitnya ditertawakan.
Menahan
amarah saat dikucilkan.
Bertahan
bersama di kelas buangan.
Kelas
yang selalu disepelekan.
Di
kelas ini aku dalami berbahasa negara.
Di
kelas ini aku belajar indahnya sastra.
Dari
kelas ini pula aku tau rumitnya beberapa bahasa dunia.
Memperkaya
wawasan, walau bukan kelas unggulan.
Aku
menemukan emas di kubangan.
Emas
yang harusnya dipoles, bukan ditelantarkan.
Hanya
karena berada di tempat tak seharusnya.
Andai
saja dunia membuka mata.
Bahwa
aku dan penghuni kelasku bukanlah hantu.
Aku
dan mereka adalah manusia sempurna.
Yang
mendambakan rasa adil dan kenyamanan.
Ah,
ternyata semua hanya impian.
Kini
tak ada lagi kelas buangan.
Hanya
mereka yang terjebak masa lalu.
Yang
tau bagaimana rasanya berada di dalamnya.
Surabaya,
14 Juli 2017
Pelangi di Kelas Bahasa
Pelangi di KelasBahasa
Pernahkah
kalian terjebak dalam kelas antah berantah?
Dimana
penghuninya adalah manusia luar biasa.
Jangan
bayangkan mereka bisa merubah pakaiannya dalam sekejap mata.
Namun
mereka primadona ternama.
Iya,
aku disini, bersama mereka.
Di
kelas yang katanya kelas buangan, kelas bahasa.
Takjub
karena penghuninya yang tak biasa.
Aku
bukan siapa-siapa jika berhadapan dengan si ahli orasi yang lancar berbahasa
utama dunia.
Aku
tak berarti apa-apa, jika bersanding dengan si jenius yang menghitung
matematika diluar kepala.
Aku
tak berdaya jika bertanding dengan si atlet olahraga pujaan seluruh siswa.
Aku
hanya bisa jadi penonton si pemilik suara emas nan cantik jelita.
Bahkan
aku pun tak bisa berkata-kata ketika sang ketua OSIS ada di dalamnya.
Duniaku
dipenuhi pelangi.
Beragam
karakter dan perangai berbaur di dalamnya.
Hariku
berlalu dipenuhi warna bersama mereka.
Kadang
ingin teriak kesal, tertawa terbahak, menangis sesenggukan.
Bersama
mereka mendalami bahasa negara dengan sastranya.
Bersama
mereka mempelajari budaya dan keanekaragaman Indonesia.
Bersama
mereka melatih lidah dengan bahasa yang tak biasa.
Aku
sudah terbiasa pada akhirnya.
Tak
lagi gemetar saat guru bersuara.
Mengeluh,
marah, mencaci, bahkan menghina.
Kejadian
yang menjadi keseharian dalam tiap cerita.
Aku
menengok ke arah sasarannya.
Merasakan
sakit diperlakukan tak semestinya.
Karena
di kelas ini aku bagian dari mereka.
Aku
tau mereka hanya ingin dimengerti.
Aku
paham jika mereka ingin diperhatikan.
Karena
penghuni kelas ini juga ingin belajar.
Sama
seperti kelas yang lain yang disanjung dan dipuja.
Jika
kalian menjadi penghuni di dalamnya.
Kalian
akan tau bahwa ada persahabatan tulus di setiap individunya.
Sayangnya,
memori kelas ini hanya akan jadi cerita.
Karena
di masa mendatang tak akan lagi ada gemanya.
Tertelan
oleh kepentingan beberapa penguasa.
Surabaya,
14 Juli 2017
Pergi Membawa Hati
Pergi Membawa Hati
Maafkan
aku wahai hati.
Membiarkanmu
kembali tergores luka yang sama.
Aku
sudah memperingatkanmu.
Aku
sudah berdebat denganmu.
Namun
kau tetap acuh.
Aku
tau kau ingin bersarang di hatinya.
Namun,
seharusnya bukan dia.
Bukan
padanya kau tertambat.
Karena
tak ada ruang untukmu di sana.
Tuhan,
bolehkah aku pergi?
Membawa
hatiku yang kembali teriris.
Menghilang
bersama laju sang waktu.
Berlari
jauh dari luka lama yang tertoreh lagi.
Entah
sampai kapan.
Mungkin
hingga hati ini siap tersenyum menyapa dunia.
Karena
aku hanya manusia biasa.
Bukan
malaikat yang tak mengerti luka.
Surabaya,
06 Agustus 2017
Melepas Rasa
Dalam
diam aku menyerah, lelah.
Berharap
benih kasihmu tumbuh mekar.
Namun
hanya tandus yang terlihat.
Aku
melangkah mengikutimu.
Ternyata
hanya bayanganmu.
Aku
menatapmu.
Kau
berpaling.
Aku
mengejarmu.
Kau
menghidar, jauh.
Namamu
terukir.
Namaku
tak pernah kau pikir.
Kuselipkan
kamu dalam doaku.
Kamu
selipkan dia dalam doamu.
Aku
hanya debu yang tak terlihat.
Lewat,
terhempas angin.
Ingin
memeluk erat rasa ini hingga takdir Tuhan berkehendak.
Namun
tak kuasa ketika melihatmu pergi.
Siapalah
aku?
Tak
pantas berharap bersanding denganmu.
Akhirnya,
ku lepas rasa ini menguap ke langit.
Menyatu
dengan awan.
Membiarkannya
jatuh bersama hujan.
Dengan
begitu aku bisa bebas.
Meski
aku tak pernah jadi pilihan.
Surabaya,
06 Agustus 2017
Senja Tanpa Hadirmu
Senjaku
kini tak lagi jingga.
Ronanya
tertelan mendung pekat.
Namun
aku masih di sini, tak bergeming.
Berbalut
sepi berselimut dingin.
Karena
hanya pada senja aku bisa berkaca.
Senja
tetaplah senja.
Tak
peduli apa yang terjadi di awal hari.
Ia
akan tetap hadir walau tanpa jingga.
Ia
memberitahu bahwa aku akan baik-baik saja tanpamu.
Kamu
yang telah hadir membawa pelangi dalam hatiku.
Kamu
yang mengisi hariku dengan penuh harapan.
Harapan
untuk bersama menikmati senja sampai ujung usia.
Namun
aku harus merelakan mu menikmati senja tanpa aku.
Pedih
rasanya, tapi harus kunikmati.
Setidaknya
saat ini aku masih bersama senjaku.
Jika
tidak esok, kuharap lusa aku bisa melihat senjaku bersama jingganya.
Dengan
begitu aku tau bahwa aku masih bisa melalui hariku tanpa hadirmu.
Surabaya,
06 Agustus 2017
Langganan:
Postingan (Atom)
Menyusuri Mangrove Gunung Anyar - Amazonnya Surabaya
Menyusuri Mangrove Gunung Anyar - Amazonnya Surabaya Panas dan jarak yang jauh tak menyurutkan keinginan ku untuk datang ke Eco Mangrove d...
-
Dimana Senjaku? Jangan tanya padaku dimana sang senja Karena aku tak pernah menyembunyikannya. Tanyakan pada dia yang membuat senja ku ...
-
Melepas Rasa Dalam diam aku menyerah, lelah. Berharap benih kasihmu tumbuh mekar. Namun hanya tandus yang terlihat. Aku melangkah...
-
Senja Tanpa Hadirmu Senjaku kini tak lagi jingga. Ronanya tertelan mendung pekat. Namun aku masih di sini, tak bergeming. Berbalu...