Kamis, 16 November 2017

Surabaya Heritage Track, Memori Ketika Menjadi Turis di Kota Sendiri


House Of Sampoerna


Surabaya Heritage Track, Memori Ketika Menjadi Turis di Kota Sendiri



Mau jalan-jalan gratis sambil belajar sejarah kota Surabaya? Cobain yuk naik salah satu bus pariwisata kota Surabaya satu ini! Surabaya Heritage Track.
Setelah sekian lama cuma "Pengen" naik bis ini, akhirnya terwujudlah keinginan itu. Ada libur kerja sehari sebelum Idul Adha 2017 menjadi kesempatan saya untuk naik bis tersebut.

Caranya gampang, tinggal datang langsung ke House of Sampoerna di jalan Taman Sampoerna No. 6 Krembangan Utara, Pabean Cantian, Surabaya. Kemudian kunjungi bagian reservasi untuk kemudian ditulis data diri kita. Berhubung saya datangnya hari efektif, jadi pengunjung yang ingin naik bis ini sepi. Beda halnya kalau weekend, pasti full boked.

Bis ini beroperasi hari Selasa-Minggu dengan rute dan jadwal berbeda tiap weekday dan weekend. Jadwal ini bisa dilihat di https://houseofsampoerna.museum/e_sht_main.htm. Sengaja saya pilih rute siang, yaitu jam 13.00-14.00 ke Klenteng Hok Ang Kiong dan Museum Bank Mandiri.

Ditemani rekan saya Izzah dan Anita (LS), satu jam itu cukup menambah pengetahuan tentang dua tempat yang sudah dikunjungi. Sepanjang perjalanan pun kita akan diberitahu pula tentang beberapa bangunan dan tempat-tempat yang dilewati oleh guide yang berpengalaman.

Satu jam berlalu, sebenarnya ingin kembali naik rute berikutnya. Namun, di awal perjalanan sudah dijelaskan kalau satu orang hanya boleh naik satu rute saja. Kecewa sih pada awalnya, namun keberuntungan berpihak pada saya. Jumlah pengunjung yang sedikit membuat saya dan Mbak Izzah (Mbak Anita kali ini tidak bisa ikut) diperbolehkan mengikuti rute selanjutnya yaitu Kantor Pos Kebon Rojo-Gereja Kepanjen-Museum De Javasche Bank pukul 15.00-16.30. Sayangnya untuk rute ini tidak bisa mengambil gambar karena gadget sedang lowbat.

Rihlah, perjalanan singkat kali ini menunjukkan kuasa Ilahi dari sudut sejarah dan arsitektur jaman dahulu. Apapun bentuknya pastilah ada kelebihan dan kekurangan. Karena kesempurnaan hanya milik Sang Penguasa jagad raya saja. Bersyukur bisa refreshing gratis sambil belajar tanpa harus jauh-jauh ke luar kota. Tidak hanya turis domestik saja yang berminat, ada juga turis dari luar negeri yang ikut menikmati perjalanan dengan bis ini.

Yuk, coba wisata gratis ini! Bisa ajak anak-anak juga loh untuk menambah pengetahuan mereka.


~A Memory~


Menunggu keberangkatan bis


Suasana di dalam bis yang bersih dan nyaman


Klenteng tertua di Surabaya


Di dalam Museum Bank Mandiri


Spot foto di HOS


Spot Foto di HOS







Rabu, 15 November 2017

Aku, Mereka dan Kelas Bahasa

Aku, Mereka danKelas Bahasa



Hai dunia, aku hanya manusia biasa.
Namun aku punya kawan-kawan yang luar biasa.
Mereka bukan ilmuwan, juga bukan pahlawan.
Namun dari mereka aku belajar ketulusan.
Aku juga belajar setia kawan.
Bersama mereka aku belajar sabar.
Menahan sakitnya ditertawakan.
Menahan amarah saat dikucilkan.
Bertahan bersama di kelas buangan.
Kelas yang selalu disepelekan.
Di kelas ini aku dalami berbahasa negara.
Di kelas ini aku belajar indahnya sastra.
Dari kelas ini pula aku tau rumitnya beberapa bahasa dunia.
Memperkaya wawasan, walau bukan kelas unggulan.
Aku menemukan emas di kubangan.
Emas yang harusnya dipoles, bukan ditelantarkan.
Hanya karena berada di tempat tak seharusnya.
Andai saja dunia membuka mata.
Bahwa aku dan penghuni kelasku bukanlah hantu.
Aku dan mereka adalah manusia sempurna.
Yang mendambakan rasa adil dan kenyamanan.
Ah, ternyata semua hanya impian.
Kini tak ada lagi kelas buangan.
Hanya mereka yang terjebak masa lalu.
Yang tau bagaimana rasanya berada di dalamnya.




Surabaya, 14 Juli 2017

Pelangi di Kelas Bahasa

Pelangi di KelasBahasa


Pernahkah kalian terjebak dalam kelas antah berantah?
Dimana penghuninya adalah manusia luar biasa.
Jangan bayangkan mereka bisa merubah pakaiannya dalam sekejap mata.
Namun mereka primadona ternama.
Iya, aku disini, bersama mereka.
Di kelas yang katanya kelas buangan, kelas bahasa.
Takjub karena penghuninya yang tak biasa.
Aku bukan siapa-siapa jika berhadapan dengan si ahli orasi yang lancar berbahasa utama dunia.
Aku tak berarti apa-apa, jika bersanding dengan si jenius yang menghitung matematika diluar kepala.
Aku tak berdaya jika bertanding dengan si atlet olahraga pujaan seluruh siswa.
Aku hanya bisa jadi penonton si pemilik suara emas nan cantik jelita.
Bahkan aku pun tak bisa berkata-kata ketika sang ketua OSIS ada di dalamnya.
Duniaku dipenuhi pelangi.
Beragam karakter dan perangai berbaur di dalamnya.
Hariku berlalu dipenuhi warna bersama mereka.
Kadang ingin teriak kesal, tertawa terbahak, menangis sesenggukan.
Bersama mereka mendalami bahasa negara dengan sastranya.
Bersama mereka mempelajari budaya dan keanekaragaman Indonesia.
Bersama mereka melatih lidah dengan bahasa yang tak biasa.
Aku sudah terbiasa pada akhirnya.
Tak lagi gemetar saat guru bersuara.
Mengeluh, marah, mencaci, bahkan menghina.
Kejadian yang menjadi keseharian dalam tiap cerita.
Aku menengok ke arah sasarannya.
Merasakan sakit diperlakukan tak semestinya.
Karena di kelas ini aku bagian dari mereka.
Aku tau mereka hanya ingin dimengerti.
Aku paham jika mereka ingin diperhatikan.
Karena penghuni kelas ini juga ingin belajar.
Sama seperti kelas yang lain yang disanjung dan dipuja.
Jika kalian menjadi penghuni di dalamnya.
Kalian akan tau bahwa ada persahabatan tulus di setiap individunya.
Sayangnya, memori kelas ini hanya akan jadi cerita.
Karena di masa mendatang tak akan lagi ada gemanya.
Tertelan oleh kepentingan beberapa penguasa.




Surabaya, 14 Juli 2017

Pergi Membawa Hati

Pergi Membawa Hati


Maafkan aku wahai hati.
Membiarkanmu kembali tergores luka yang sama.
Aku sudah memperingatkanmu.
Aku sudah berdebat denganmu.
Namun kau tetap acuh.
Aku tau kau ingin bersarang di hatinya.
Namun, seharusnya bukan dia.
Bukan padanya kau tertambat.
Karena tak ada ruang untukmu di sana.
Tuhan, bolehkah aku pergi?
Membawa hatiku yang kembali teriris.
Menghilang bersama laju sang waktu.
Berlari jauh dari luka lama yang tertoreh lagi.
Entah sampai kapan.
Mungkin hingga hati ini siap tersenyum menyapa dunia.
Karena aku hanya manusia biasa.
Bukan malaikat yang tak mengerti luka.


Surabaya, 06 Agustus 2017



Melepas Rasa


Dalam diam aku menyerah, lelah.
Berharap benih kasihmu tumbuh mekar.
Namun hanya tandus yang terlihat.
Aku melangkah mengikutimu.
Ternyata hanya bayanganmu.
Aku menatapmu.
Kau berpaling.
Aku mengejarmu.
Kau menghidar, jauh.
Namamu terukir.
Namaku tak pernah kau pikir.
Kuselipkan kamu dalam doaku.
Kamu selipkan dia dalam doamu.
Aku hanya debu yang tak terlihat.
Lewat, terhempas angin.
Ingin memeluk erat rasa ini hingga takdir Tuhan berkehendak.
Namun tak kuasa ketika melihatmu pergi.
Siapalah aku?
Tak pantas berharap bersanding denganmu.
Akhirnya, ku lepas rasa ini menguap ke langit.
Menyatu dengan awan.
Membiarkannya jatuh bersama hujan.
Dengan begitu aku bisa bebas.
Meski aku tak pernah jadi pilihan.


Surabaya, 06 Agustus 2017

Senja Tanpa Hadirmu


Senjaku kini tak lagi jingga.
Ronanya tertelan mendung pekat.
Namun aku masih di sini, tak bergeming.
Berbalut sepi berselimut dingin.
Karena hanya pada senja aku bisa berkaca.
Senja tetaplah senja.
Tak peduli apa yang terjadi di awal hari.
Ia akan tetap hadir walau tanpa jingga.
Ia memberitahu bahwa aku akan baik-baik saja tanpamu.
Kamu yang telah hadir membawa pelangi dalam hatiku.
Kamu yang mengisi hariku dengan penuh harapan.
Harapan untuk bersama menikmati senja sampai ujung usia.
Namun aku harus merelakan mu menikmati senja tanpa aku.
Pedih rasanya, tapi harus kunikmati.
Setidaknya saat ini aku masih bersama senjaku.
Jika tidak esok, kuharap lusa aku bisa melihat senjaku bersama jingganya.
Dengan begitu aku tau bahwa aku masih bisa melalui hariku tanpa hadirmu.





Surabaya, 06 Agustus 2017

Rahasia bersama Petang


Hai petang, apa kabarmu?
Boleh aku berbisik padamu?
Tapi jangan kau siarkan berita ini pada mentari.
Karena aku tak yakin ia akan tersenyum mendengarnya.
Ia bahkan akan tertawa, mengejekku.
Biarkan ia berlalu seperti biasanya.
Aku ingin memberi tau padamu.
Bahwa aku sudah tertawan.
Tak bisa lagi melangkah bebas.
Apa? Kau bertanya siapa yang menawanku?
Tentu saja olehnya, hanya dia.
Tubuhku akan membeku jika bersamanya.
Padahal sang mentari sedang tak bersahabat sinarnya.
Jantungku akan berdetak berlarian tak tentu arah.
Rasanya bunga-bunga cantik tumbuh di padang savana.
Bahkan petir kala hujan bak iringan piano kudengar.
Taukah kau apa yang terjadi padaku?
Hai petang, jawablah!
Aku tidak ingin mentari yang memergokiku.
Karena jika ia hadir, musnah sudah rahasiaku tentang dia.
Apa katamu?
Aku sakit?
Tidak mungkin?
Ah sudahlah, lupakan saja.
Anggap saja itu hanya dongeng pengantar tidurku.
Esok sang mentari akan membawanya sebagai cerita masa lalu.


Surabaya, 06 Agustus 2017

Hadirmu Menyapa Hati


Aku melangkah menapaki seribu mentari.
Membangun lapisan tebal mengelilingi hati.
Menyegelnya agar tak terjamah.
Membiarkannya kosong tanpa nyawa.
Namun keyakinanku tumbang kala hadirmu menyapa.
Menelusup ruang sepi yang lama terbengkalai.
Membongkar gembok pintu berlapis baja.
Meruntuhkan dinding yang beku dalam sekejap mata.
Bak salju mencair kala semi menyapa.
Bukan kau yang memikatku, namun pekertimu membuaiku.
Lagi-lagi aku bermain api.
Bahkan setelah tau bagaiamana panasnya berkali-kali.
Ah, ingin rasanya aku merantai diri.
Membiarkan hatiku terkurung dalam biliknya.
Agar ia tak lagi bebas, terhujam, terjerembab.
Namun hati tetaplah hati.
Ia bebas berlabuh dimana saja.
Walau tak tau apa yang kan menerjang.
Hanya berharap senyum hangat menyambut di ujung dermaga.
Mengalirkan kehangatan yang bernama cinta




Surabaya, 06 Agustus 2017

Luruskan Niatmu Ketika Kajian

Luruskan Niatmu Ketika Kajian


Suatu hari, ada kajian Rohis SMA Se-Surabaya. Saya tidak bisa ikut karena bersamaan dengan acara keluarga. Esok harinya para sahabat Rohis terlihat antusias membicarakan acara kajian kemarin.
"Kamu sih tidak ikut. Rugi loh." ujar salah seorang sahabat.
"Kenapa memangnya?" tanyaku penasaran.
"Ketua Rohis se-Surabaya nya kereeeeen." tukasnya.
Saya hanya bisa tertawa melihat tingkah beberapa sahabat Rohis.
"Hush, mau kajian apa mau ngecengin ikhwan?" celetukku yang membuat mereka pun tertawa.
Jadilah berita tentang ketua Rohis Surabaya yang keren itu viral (bahasa kekinian), hingga akhirnya jika ada undangan kajian se-Surabaya mereka akan sangat antusias (tidak semua sih).
seperti pada hari berikutnya, undangan kajian se-Surabaya pun datang. Lagi-lagi saya tidak bisa hadir. Namun saya ingin tau berita apalagi yang akan dibawa para sahabat.
Heran, keesokan harinya para sahabat tidak antusias membicarakan acara kajian.
"Bagaiamana kajian kemarin?" tanyaku.
"Tidak seru." jawab seorang sahabat.
"Loh, kenapa?"
"Ketua Rohisnya gak hadir."
Jawaban itu membuat saya sontak ingin tertawa namun saya tahan.
"Nah, itu tuh kalau niatnya beda. Kalau kajian itu ya niatnya kudu Lillahi Ta'ala. Bukan karna mau ngecengin Ikhwan. Tuh kan Akhi nya gak datang, jadi kecewa akhirnya." tukasku yang ternyata disambut gelak tawa para sahabat yang sadar kalau niat mereka yang sudah melenceng.
"By the way, keren mana dia daripada ketua Rohis kita?" godaku yang kemudian berlari meninggalkan para sahabat disertai gelak tawa.

#AudisiMenulis
#RohisBukanTeroris
#AkuAnakRohis
#AlumniRohisSmandelaSurabaya
@ana.aku

 Surabaya, 12 Juli 2017

Sajak Rindu di Langit Kelabu

Sajak Rindu di LangitKelabu


Jingga berganti pekat.
Tak kutemui senyum sang dewi malam.
Pun pula kerlingan sang bintang.
Sendiri kurengkuh sepi.
Berteman dengan sunyi.
Walau begitu, langit malam tetap indah untukku.
Bersama malam, lirih kusampaikan sajak rindu.
Berharap menembus batas  langit.
Agar sampai padamu.
Kamu yang tak terjamah oleh indra ku.
Kamu yang hanya bisa hadir dalam angan ku.
Meski kita berpijak di bumi yang berbeda.
Namun kita bernaung di langit yang sama.
Karna aku sangat percaya.
Jika memang Tuhan berkehendak.
Kita berdua kan berpijak di bumi dan bernaung di langit yang satu.


            Surabaya, 15 Juni 2017

Senjamu Bukan Senjaku

Senjamu Bukan Senjaku


Aku di sini bersama senja.
Senjaku yang tak merona jingganya.
Entah mengapa aku tak bisa beranjak.
Melupakan senja di akhir ceritaku denganmu.
Berharap saat itu waktu membeku.
Menyisakan kita bersama sepi.
Kidung hati ini nyaring mengalun.
Namun kamu tak bergeming.
Ingin rasanya berteriak memecah hening.
Namun bibir ini bungkam menahan lara.
Isak pun tak mampu mengalir bak terhipnotis.
Ah, Tuhan... Harusnya senja ini jadi saksi.
Betapa aku tidak ingin terpisah oleh jarak.
Tapi hatimu tak ingin terkurung oleh rindu.
Bisa apa aku?
Hanya bisa tertunduk saat langkahmu menjauh dariku.
Untaian kalimat harap pun terbang bersama bayu.
Tak ada lagi cerita kita tentang senja.
Karena aku tau, senjamu tak kan lagi sama dengan senjaku.



Surabaya, 03 Juli 2017

Luka Berbalut Rindu

LukaBerbalut Rindu


Hai mentari....
Tidakkah kau lelah mengitari bumi?
Aku bosan menemanimu hingga penghujung hari.
Entah berapa kali senja aku disini.
Bahkan dia tidak pernah tau bahwa aku ada.
Menunggu hadirnya, berteman sepi.
Penantian ini sama seperti menggores nadiku.
Perlahan, perih.
Tak ada yang bisa merasakannya kecuali aku.
Ah, aku menyerah.
Bolehkah aku pergi?
Mengikuti arahmu di ufuk barat cakrawala.
Membenamkan diri dalam kerak bumi.
Mengobati luka yang enggan membekas.
Luka yang entah kapan mengering.
Andai saja dia tau bahwa aku terluka dengan rinduku.
Namun andai tetap saja sebagai andai.
Tak akan pernah berganti nama, percuma.
Aku lelah merindukannya.
Biarlah aku melangkah.
Meninggalkan semua hal tentang dia.
Hanya satu yang akan kubawa.
Sebuah luka terbalut rindu yang termakan oleh waktu.


Surabaya, 11 Juli 2017

Aku Bukan Pilihanmu

Aku Bukan Pilihanmu


Entah bagaimana caranya hatiku berlabuh.
Memilihmu untuk tempat bersandar.
Namun kamu tak pernah sadar.
Bahwa aku ada di hadapanmu.
Kamu tidak tau bahwa senyumku untukmu mengandung makna.
Kamu tidak tau bahwa tatapanku padamu mengandung cerita.
Ingin kusampaikan senandung cinta, namun enggan.
Ketika ku dengar deretan nama di hatimu, aku kecewa.
Tak ada aku di dalamnya.
Bukan salahmu karena kamu berhak atas cintamu.
Meskipun aku bukan pilihanmu, sajak hati ini tetap menggema.
Mengalun bersama sang bayu.
Menyibak heningnya cakrawala.
Melesat menuju Sang Pencipta.
Pemilik cinta yang hakiki.
Berharap jika saat ini aku bukan pilihanmu.
Semoga suatu saat aku ada dalam istikharahmu.



Surabaya, 07 Juni 2017

Jumat, 10 November 2017

Catatan Seorang Hamba di Bumi Pahlawan


Catatan Seorang Hamba di Bumi Pahlawan


Hari ini tak ada upacara
Juga tak ada atribut pahlawan yang melekat di tubuh ini
Namun, tak berarti aku lupa 
Bahwa di tanah ku berpijak saat ini dulunya ada darah para Pahlawan bangsa yang mengalir. 
Silahkan caci maki aku
Karna aku hanya akan berlalu
Karna cinta ku untuk kota dan tanah air ku tak perlu ada yang tau
Biarkan aku yang merasakan 
Bersama lantunan doa yang kusampaikan pada Sang Maha Pemilik Jiwa 
Untuk beliau-beliau yang Insyaallah syahid di barzah sana.

Kamis, 09 November 2017

Dimana Senjaku?

Dimana Senjaku?


Jangan tanya padaku dimana sang senja
Karena aku tak pernah menyembunyikannya.
Tanyakan pada dia yang membuat senja ku pekat
Dia yang menoreh mendung menutup bias jingga
Dia tak pernah tau bahwa aku kehilangan senjaku karenanya
Ingin aku menikam jantungnya
Mempersembahkan merah darahnya sebagai penghias cakrawala
Namun aku tak ingin mengotori tanganku
Hanya karna dia
Biarlah Sang pemilik senja yang menghukumnya
Suatu saat aku yakin senjaku kan kembali merona

Selasa, 07 November 2017

Surabaya bak Eropa, A Memory Trip with Love Suroboyo Community

Menara Jam Kantor Gubernur Jawa Timur, Jl. Pahlawan 110

photo from : Komunitas Love Suroboyo

Surabaya bak Eropa, A Memory Trip with Love Suroboyo Community


Menggeliat, jalanan Surabaya Minggu pagi ini ramai. Walau tak sepadat hari efektif. Dingin menusuk tulang masih dengan flu yang menemaniku. Bersama mbak Anis, menuju ke lokasi blusukan kampung eropa komunitas Love Suroboyo. WA sudah mulai ramai dengan pertanyaan "Sudah ada yang di lokasi?" atau "Aku disini. kalian dimana?" tanya seorang peserta blusukan.

Jalan Pahlawan, Minggu pagi ramainya luar biasa. Tempat ini menjadi salah satu destinasi untuk sekedar jalan-jalan, belanja, atau olah raga warga Surabaya. Mbak Anis memilih untuk parkir di tugu Pahlawan kemudian kami menuju titik kumpul yang sudah disepakati. Titik kumpul yang tadinya ditentukan di seberang kantor gubernur, ramai. Tandak bedes atau topeng monyet mengambil alih tempat tersebut. Alhasil peserta blusukan hanya mendapat tempat di sebuah sudutnya saja.

Waktu terus bergulir, satu persatu peserta hadir sampai panitia menggiring ke halaman kantor gubernur. Pembukaan, sambutan panitia, juga sambutan ketua Love Suroboyo pun selesai satu persatu. 
Waktu menunjukkan pukul 8.00. Jam di atas menara berdentang. Sontak para peserta bersamaan melihat ke atas, pun juga aku.
Bapak pemandu berkata "Nanti kita naik ke menara itu!"
Aku menoleh padanya tak percaya, "Ke menara itu, Pak? Ke atas sana?"
"Iya." Sahut beliau.
Tadinya dengan kondisi fisik yang masih lemas, aku berniat untuk istirahat saja di suatu tempat, urung. Naik ke menara itu lebih membuatku tertarik. Aku bertekad untuk sampai di menara jam itu, apapun resikonya.

Masuk ke dalam kantor gubernur, arsitektur khas eropa sangat kental terlihat. Di dinding atas pintu masuk terpajang foto-foto gubernur yang menjabat mulai dari gubernur pertama hingga Pak De Karwo. Beberapa foto lawas pun juga terpajang apik di dinding sebelah utara. Di selatan nya terpajang patung Airlangga yang menambah kesan "Indonesia Banget". 
Masuk lebih dalam lagi pemandangan cantik terlihat. Taman cantik dengan air mancur membuat gedung ini jadi lebih segar rasanya. 

Dipandu oleh Pak Kris (Si Payung Merah), peserta blusukan menyusuri tiap ruang yang ada. Beberapa peserta terlihat menaiki atap gedung untuk mengambil spot foto yang apik. Sepertinya ada Pak Anton, Mas Koko dan beberapa lainnya. Aku lebih tertarik mengikuti alur blusukan saja. 

Saat yang ditunggu tiba. Peserta digiring menuju tangga menara. Beberapa memilih untuk tidak ikut naik, seram. Awalnya tangga yang terbuat dari semen berkeramik menyambut, tak ada yang spesial, baru kemudian terlihat tangga yang disusun dari rangkaian besi tipis. Jika kita menaiki tangga tersebut akan terlihat jelas pemandangan di bawahnya.
"Kalau naik sih tidak masalah, turunnya yang bikin pusing," ucap cak Kris.
Beberapa tangga sudah kujajaki, wow. Dag dig dug rasanya melihat ke bawah dari sela-sela tangga. Apalagi pegangan tangga yang licin, membuat adrenalin berpacu. 

Beberapa anak tangga sudah terlewati. Tiba di pemberhentian awal sebelum naik lagi ke puncak menara. Atap luas di bawah menara jam dimanfaatkan untuk mengambil gambar. Dari sini terlihat pemandangan tugu Pahlawan juga lanskap kota Surabaya yang menakjubkan. Perjalanan kemudian di lanjutkan kembali menuju menara jam.

Sampai di satu lantai di bawah kotak jam, pemandangan dibawah semakin membuat darah berdesir, namun juga membuat takjub. Taman dibawah terlihat sangat cantik. Aku dan peserta blusukan berkesempatan naik untuk melihat mesin jam. Mesin buatan belanda ini tetap berfungsi dengan baik meskipun sudah berpuluh-puluh tahun lamanya. Tentu saja dengan perawatan intensif.

Aku tidak menuruti jejak Mas Alif yang berani naik lebih ke atas lagi, tempat jarum jam. Namun bukan berarti aku tidak berani untuk naik ke depan menara jam. Sampai disana puas rasanya melihat pemandangan kota dari ketinggian. Ngeri melihat ke bawah, Mas Abid pun tak berani rasanya. Puas mengambil gambar, saatnya kembali ke bawah. Saat turun pun ada beberapa orang yang bergidik ngeri sampai harharus pelan-pelan sekali menuruni anak tangga. Tapi tak ada insiden yang menimpa kami.

Sampai di bawah ternyata sudah ada Bunda Tri, selalu ramai dan menyenangkan jika ada beliau. Lihat saja, sesi pemotretan lucu sedang berlangsung. Bak Bu Risma bersama para ajudan, Bunda melenggang cantik ditemani beberapa anggota Love Suroboyo di belakang beliau kontan membuat tawa menyeruak saat itu juga. Sesi foto selanjutnya berlangsung di tangga dengan ikon airlangga. A nice shoot session. 
Setelah sesi pemotretan, saatnya menuju tugu 0 KM Surabaya yang terletak di pojok taman. Tugu ini dibuat untuk patokan menentukan garis-garis pembagian wilayah pada masa itu. Sayangnya letaknya yang tersembunyi membuat keberadaannya tak diketahui warga Surabaya.

Lanjut ke tujuan yang kedua, gedung penanaman modal. Di sini, kami digiring ke ruang karyawan yang lantainya membuat bulu kuduk merinding. Bagaimana tidak, berjalan di atas plafon lapisan kayu tipis, tak terbayangkan saat tiba-tiba lantai itu ambruk.
Pak Ody, sang pemadu pun bercerita kalau sering ada suara-suara dan cerita mistis di gedung ini. Apalagi di bawah kami berdiri adalah lantai dimana biasanya digunakan untuk dansa pada jaman Belanda. Kadang masih terdengar suara keramaian dan musik-musik mengalun di lantai bawah tersebut. Perjalanan hari ini berakhir dengan penyerahan merchandise pada pihak gedung penanaman modal.

Pengalaman hari ini tak kan pernah terlupakan. Kembali melihat arsitektur cantik peninggalan penjajah yang bertahan hingga saat ini. Berasa jalan-jalan di Eropa rasanya. Surabaya rasa Eropa, berasa jadi Noni Belanda beberapa jam saja.





Perpaduan sentuhan interior 

Memacu adrenalin di anak tangga menuju menara jam 

Tugu Pahlawan dilihat dari rooftop sebelum menara jam 

Lanskap kota Surabaya dilihat dari rooftop sebelum menara jam


 Taman di lihat dari atas menara jam

 Tugu 0 Km Surabaya

 Penyerahan Merchandise ke pihak Gedung Penanaman Modal

NB : Foto Dokumentasi berasal dari peserta blusukan komunitas Love Suroboyo

Menyusuri Mangrove Gunung Anyar - Amazonnya Surabaya

Menyusuri Mangrove Gunung Anyar - Amazonnya Surabaya Panas dan jarak yang jauh tak menyurutkan keinginan ku untuk datang ke Eco Mangrove d...